JEMBER – Usai melakukan kerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk mengantisipasi kerusakan Hutan yang ada dalam pengelolaan Perum Perhutani Jember, kini amunisi baru untuk memperkuat penjagaan dan pengawasan demi keamanan hutan ditambah dengan kekuatan dari Kejaksaan Negei Jember.
Bagi Perhutani, hutan dipandang sebagai amanat yang harus dikawal keamanan dan kelestariannya. Hutan yang selama ini secara nyata telah memberikan sumbasih luar biasa besar bagi kelangsungan hidup manusia harus secara ketat dikawal karena kecenderungan perusakan oleh Oknum tidak bertanggung jawab terus terjadi.
Karenanya, Memorandum of Understanding (MoU) yang dilakukan dengan Kejaksaan Negeri Jember kemarin itu merupakan langkah penguatan terhadap upaya penegakan hukum demi keselamatan hutan. ”Sesuai dengan PP 30 tahun 2001, kami memandang perlu dilakukan penguatan hukum kepada internal masyarakat agar kondisi hutan semakin terjaga,”ujar Taufik Setyadi, Administratur Perum Perhutani Jember, usai pelaksanaan Mou dengan Kepala Kejaksaan Negeri Jember.
Penandatanganan MoU yang dilakukan Aula Kantor Perhutani Jember itu dimaksudkan untuk menegaskan komitment perhutani yang sudah bertekat menjaga hutan secara maksimal. Lampu hijau dan kimitment sama juga dikeluarkan oleh pihak penegak hukum seperti Kejaksaan. ”Kesepahaman ini kemudian kami tegaskan untuk lebih baik dan saling mengikat, sehingga langkah kami menjadi semakin mantap,”tambah taufik.
Berdasarkan data yang dimilik Perhutani, Jember memiliki Hutan seluas 72 ribu hektar. Sebagian besar dari jumlah itu saat ini sedang mengalami kerusakan. Padahal, jika kerusakan itu dibiarkan berlarut larut, maka bukan hal mustahil akan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup manusia.
Realitas Jember sudah beberapa kali mengalami dan menghadapi bencana banjir bandanag khususnya awal tahun 2006 lalu, menjadikan pemerintah dan masyarakat harus kembali melakukan penelitian tentang penyebab mendasar dari bencana itu. Faktanya, bencana selalu terjadi karena kondisi hutan yang sudah sangat rusak dan gundul telah membuat kehidupan masyarakat jadi sengsara.
Oleh karena itu, kata Taufik, penjagaan dan pemulihan Ekologi dan ekosistem hutan harus secepatnya kembali dilakukan. Pasalnya, kedua faktor tersebut telah terbuktimenjadi suplayer besar yang sanggup menjadi penopang kehidupan (Life Supporting System). “Sesuai dengan yang diamanatkan Negara kepada Perhutani sebagai BUMN,”tambah taufik.
Taufik juga menandaskan, Mou yang diteken dengan kejaksaan itu akan dimanfaatkan secara positif untuk penegakan hukum. Selama ini, diakui masih banyak persoalan perusakan hutan yang masih sulit diproses secara maksimal. Selain karena barang bukti yang tidak terpenuhi, faktor non tekhnis juga masih sering menjadi kendala.
Dengan modal seratus persen hutan yang menjadi milik Negara yang diamanatkan kepada Perhutani. Tanpa dukungan seua pihak termasuk Kajari, tidak ada artinya. “Kita tidak akan mampu memberikan perlindungan hutan secara maksimal,”jelasn
“Berharap semua pihak bisa membantu Perhutani menjaga dan melindungi asset yang menjadi milik Negara termasuk hutan, karena yang ditanampun dengan menggunakan duit negara,”tandas Taufik.
Didepan jajaran Kajari Jember Taufik mengungkapkan bahwa penanganan hutan di Jember seluas 27 hetar lebih dengan melibatkan masyarakat Jember ternyata tidak hanya saja diperlukan langkah penghijauan, tapi juga diperlukan penyadaran kepada masyarakat Jember.
“Karena masyarakat Jember dalam merambah hutan di Jember berbeda tipologinya dengan daerah lainnya, tidak saja hanya menebang pohon yang menjadi milik Perhutani tetapi masyarakat juga menguasai dan mengambil lahannya,”terangnya.
Ada sekitar 800 hektar kawasan hutan di Jember yang dijadikan pemukiman oleh perambah hutan. “Rumah dikawasan hutan ada yang mulai tahun 1942 dan ada juga tahun 1962. Bahkan yang barupun juga ada,”pungkas Taufik.
Sehingga kawasan hutan yang rusak menurut Taufik ada sekitar 3 sampai 5 ribu hektar. “Kawasan itu yang tidak lagi menjadi penopang kehidupan bagi kehidupan flora dan fauna, utamanya masyarakat Jember sehingga hutan di Jember perlu pengawasan secara terpadu oleh semua pihak,”tambahnya.(hh)
Selengkapnya.....
Bagi Perhutani, hutan dipandang sebagai amanat yang harus dikawal keamanan dan kelestariannya. Hutan yang selama ini secara nyata telah memberikan sumbasih luar biasa besar bagi kelangsungan hidup manusia harus secara ketat dikawal karena kecenderungan perusakan oleh Oknum tidak bertanggung jawab terus terjadi.
Karenanya, Memorandum of Understanding (MoU) yang dilakukan dengan Kejaksaan Negeri Jember kemarin itu merupakan langkah penguatan terhadap upaya penegakan hukum demi keselamatan hutan. ”Sesuai dengan PP 30 tahun 2001, kami memandang perlu dilakukan penguatan hukum kepada internal masyarakat agar kondisi hutan semakin terjaga,”ujar Taufik Setyadi, Administratur Perum Perhutani Jember, usai pelaksanaan Mou dengan Kepala Kejaksaan Negeri Jember.
Penandatanganan MoU yang dilakukan Aula Kantor Perhutani Jember itu dimaksudkan untuk menegaskan komitment perhutani yang sudah bertekat menjaga hutan secara maksimal. Lampu hijau dan kimitment sama juga dikeluarkan oleh pihak penegak hukum seperti Kejaksaan. ”Kesepahaman ini kemudian kami tegaskan untuk lebih baik dan saling mengikat, sehingga langkah kami menjadi semakin mantap,”tambah taufik.
Berdasarkan data yang dimilik Perhutani, Jember memiliki Hutan seluas 72 ribu hektar. Sebagian besar dari jumlah itu saat ini sedang mengalami kerusakan. Padahal, jika kerusakan itu dibiarkan berlarut larut, maka bukan hal mustahil akan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup manusia.
Realitas Jember sudah beberapa kali mengalami dan menghadapi bencana banjir bandanag khususnya awal tahun 2006 lalu, menjadikan pemerintah dan masyarakat harus kembali melakukan penelitian tentang penyebab mendasar dari bencana itu. Faktanya, bencana selalu terjadi karena kondisi hutan yang sudah sangat rusak dan gundul telah membuat kehidupan masyarakat jadi sengsara.
Oleh karena itu, kata Taufik, penjagaan dan pemulihan Ekologi dan ekosistem hutan harus secepatnya kembali dilakukan. Pasalnya, kedua faktor tersebut telah terbuktimenjadi suplayer besar yang sanggup menjadi penopang kehidupan (Life Supporting System). “Sesuai dengan yang diamanatkan Negara kepada Perhutani sebagai BUMN,”tambah taufik.
Taufik juga menandaskan, Mou yang diteken dengan kejaksaan itu akan dimanfaatkan secara positif untuk penegakan hukum. Selama ini, diakui masih banyak persoalan perusakan hutan yang masih sulit diproses secara maksimal. Selain karena barang bukti yang tidak terpenuhi, faktor non tekhnis juga masih sering menjadi kendala.
Dengan modal seratus persen hutan yang menjadi milik Negara yang diamanatkan kepada Perhutani. Tanpa dukungan seua pihak termasuk Kajari, tidak ada artinya. “Kita tidak akan mampu memberikan perlindungan hutan secara maksimal,”jelasn
“Berharap semua pihak bisa membantu Perhutani menjaga dan melindungi asset yang menjadi milik Negara termasuk hutan, karena yang ditanampun dengan menggunakan duit negara,”tandas Taufik.
Didepan jajaran Kajari Jember Taufik mengungkapkan bahwa penanganan hutan di Jember seluas 27 hetar lebih dengan melibatkan masyarakat Jember ternyata tidak hanya saja diperlukan langkah penghijauan, tapi juga diperlukan penyadaran kepada masyarakat Jember.
“Karena masyarakat Jember dalam merambah hutan di Jember berbeda tipologinya dengan daerah lainnya, tidak saja hanya menebang pohon yang menjadi milik Perhutani tetapi masyarakat juga menguasai dan mengambil lahannya,”terangnya.
Ada sekitar 800 hektar kawasan hutan di Jember yang dijadikan pemukiman oleh perambah hutan. “Rumah dikawasan hutan ada yang mulai tahun 1942 dan ada juga tahun 1962. Bahkan yang barupun juga ada,”pungkas Taufik.
Sehingga kawasan hutan yang rusak menurut Taufik ada sekitar 3 sampai 5 ribu hektar. “Kawasan itu yang tidak lagi menjadi penopang kehidupan bagi kehidupan flora dan fauna, utamanya masyarakat Jember sehingga hutan di Jember perlu pengawasan secara terpadu oleh semua pihak,”tambahnya.(hh)