JEMBER – Komitment Kabupaten Jember untuk memberikan prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan terus dilakukan hingga saat ini. Berbagai fasilitas yang dipandang bisa menopang terlaksananya pendidikan yang lebih baik terus diadakan. Tujuannya, mendorong perumbuhan Sumber Daya Manusia (SDM) masa depan yang lebih baik.
Selain perbaikan fasilitas, pendirian unit sekolah juga dilakukan agar kesempatan belajar lebih merata. Langkah itu dilakukan hingga ke daerah terpencil. Saat ini, di Kabupaten Jember, telah tercatat ada 15 unit sekolah SD-SMP satu atap yang ditempatkan di 9 kecamatan yang terklasifikasi sebagai daerah terpencil.
"Hal ini merupakan wujud kredibelitas kepercayaan yang telah dibangun oleh Bupati Jember dan Kepa;a Dinas Pendidikan serta komitment besar dari Pemerintah untuk program Wajar Dikdas 9 tahun,"ungkap Drs H. Ahmad Sudiono Msi, Kepala Dinas Pendidikan Jember.
Pemerataan kesempatan belajar pada sekolah untuk memenuhi standard dasar yaitu harus tamat SD dan SMP, masih sulit dilakukan jika jarak yang harus ditempuh oleh seorang siswa masih sangat jauh. Belum lagi kondisi ekonomi masyarakat terpencil yang sebagian besar masih berada dalam taraf perekonomian yang pas pasan.
Kenyataan ini menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan. “Pendirian unit sekolah satu atap ini merupakan sebuah jawaban atas kondisi itu. Makanya sekarang sudah tidak ada lagi alasan tida bersekolah karena jauh dan mahal,”tegas Ahmad.
Diakui Ahmad, anggaran untuk pendirian sekolah satu atap itu tidak berasal sepenuhnya dari APBD Kabupaten. Dana yang digunakan adalah hasil Sharing antara dana pusat dengan daerah. Sedangkan Kabupaten ditugasi untuk menyediakan lahan yang akan didirikan gedung sekolah. Anggaran sekolah satu atap yang berasal dari pusat meliputi dana untuk pembangunan RKB (Ruang Kelas Belajar), Laboratorium dan Kantor.
Keberadaan sekolah satu atap yang terdiri atas unit Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diakui berbagai kalangan sebagai sebuah langkah setrategis untuk mendorong peningkatan mutu SDM generasi mendatang. Selama ini, masyarakat desa terpencil cenderung tidak melanjutkan pendidikan anak anaknya karena kekuatan ekonomi yang dimiliki keluarganya hanya cukup untuk dimakan.
Seorang warga di desa Tempurejo yang dimintai keterangan menyatakan rasa senangnya terhadap sekolah tersebut. Pasalnya, anaknya yang baru saja lulus SD sudah tidak perlu lagi ke kota untuk melanjutkan. “Sebelumnya, kami tidak pernah berpikir akan melanjutkan sekolah anak,”ujar Mochtar (40) warga Desa Andongsari Tempurejo yang mengaku hanya buruh tani.
Mochtar menceritakan, dulu, untuk bersekolah di SMP, masyarakat desanya harus pergi ke kota. Perjalanan ke kota harus ditempuh dengan naik ojek dengan ongkos Rp 12.500 sekali jalan. Jika setiap minggu harus pulang maka biaya perjalanan mencapai Rp 100.000 perbulan. “Belum biaya pemondokannya, kami kesulitan. Alhamdulillah sekarang sudah ada SMP yang disatukan dengan SD di desa kami,”ujarnya senang.(hh)
Selain perbaikan fasilitas, pendirian unit sekolah juga dilakukan agar kesempatan belajar lebih merata. Langkah itu dilakukan hingga ke daerah terpencil. Saat ini, di Kabupaten Jember, telah tercatat ada 15 unit sekolah SD-SMP satu atap yang ditempatkan di 9 kecamatan yang terklasifikasi sebagai daerah terpencil.
"Hal ini merupakan wujud kredibelitas kepercayaan yang telah dibangun oleh Bupati Jember dan Kepa;a Dinas Pendidikan serta komitment besar dari Pemerintah untuk program Wajar Dikdas 9 tahun,"ungkap Drs H. Ahmad Sudiono Msi, Kepala Dinas Pendidikan Jember.
Pemerataan kesempatan belajar pada sekolah untuk memenuhi standard dasar yaitu harus tamat SD dan SMP, masih sulit dilakukan jika jarak yang harus ditempuh oleh seorang siswa masih sangat jauh. Belum lagi kondisi ekonomi masyarakat terpencil yang sebagian besar masih berada dalam taraf perekonomian yang pas pasan.
Kenyataan ini menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan. “Pendirian unit sekolah satu atap ini merupakan sebuah jawaban atas kondisi itu. Makanya sekarang sudah tidak ada lagi alasan tida bersekolah karena jauh dan mahal,”tegas Ahmad.
Diakui Ahmad, anggaran untuk pendirian sekolah satu atap itu tidak berasal sepenuhnya dari APBD Kabupaten. Dana yang digunakan adalah hasil Sharing antara dana pusat dengan daerah. Sedangkan Kabupaten ditugasi untuk menyediakan lahan yang akan didirikan gedung sekolah. Anggaran sekolah satu atap yang berasal dari pusat meliputi dana untuk pembangunan RKB (Ruang Kelas Belajar), Laboratorium dan Kantor.
Keberadaan sekolah satu atap yang terdiri atas unit Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diakui berbagai kalangan sebagai sebuah langkah setrategis untuk mendorong peningkatan mutu SDM generasi mendatang. Selama ini, masyarakat desa terpencil cenderung tidak melanjutkan pendidikan anak anaknya karena kekuatan ekonomi yang dimiliki keluarganya hanya cukup untuk dimakan.
Seorang warga di desa Tempurejo yang dimintai keterangan menyatakan rasa senangnya terhadap sekolah tersebut. Pasalnya, anaknya yang baru saja lulus SD sudah tidak perlu lagi ke kota untuk melanjutkan. “Sebelumnya, kami tidak pernah berpikir akan melanjutkan sekolah anak,”ujar Mochtar (40) warga Desa Andongsari Tempurejo yang mengaku hanya buruh tani.
Mochtar menceritakan, dulu, untuk bersekolah di SMP, masyarakat desanya harus pergi ke kota. Perjalanan ke kota harus ditempuh dengan naik ojek dengan ongkos Rp 12.500 sekali jalan. Jika setiap minggu harus pulang maka biaya perjalanan mencapai Rp 100.000 perbulan. “Belum biaya pemondokannya, kami kesulitan. Alhamdulillah sekarang sudah ada SMP yang disatukan dengan SD di desa kami,”ujarnya senang.(hh)
0 komentar:
Posting Komentar