Sengaja saya member judul sepeti Diatas untuk kehadiran Bulan Ramadhan. Kesengajaan Judul itu karena memang undangan Allah untuk melakukan puasa hanyalah bagi orang yang setidaknya berminat menjadi Mukminin (orang yang percaya penuh kepada Allah dengan segala kemahaan yang dimiliki-Nya).
Allah, telah secara tegas memberikan perintah kepada kaum yang beriman untuk berpuasa. Atau setidaknya kepada orang yang masih menginginkan dirinya kradu (dicocoki) oleh Allah, maka puasa adalah salah satu jalan untuk mendapatkan posisi itu. Demikian ungkapan yang saya pahami di Kitab Suci Al Qur’an.
Setiap Ramadhan tiba, keluarga saya selalu menyambutnya dengan sepenuh hati. Jika sore telah tiba, ayah saya (almarhum) selalu mengumpulkan seluruh anak-anaknya untuk diajak berbuka puasa bersama. Sehingga sejak, kecil pengawasan orang tua terhadap anak, termasuk saya sangat ketat. Seluruh anaknya diajari untuk berpuasa. Kamipun berpuasa, termasuk saya, sejak usia 7 tahun, aku sudah mampu berpuasa hingga maghrib tiba.
Kebiasaan itu aku jalani hingga aku dewasa seperti sekarang ini.
Tetapi jujur saja, sepanjang pengalaman berpuasa itu, aku merasa tidak mendapatkan pelajaran berharga. Selain rasa lapar, dan sikap tidak sabar, aku merasa tidak ada apa-apa yang bisa aku petik. Tetapi sebagai orang yang ingin memberikan kebahagiaan kepada orang tua dan ketaatan kepada perintah agama, maka puasapun tetap aku jalani disetiap bulan Ramadhan tiba.
Hingga suatu ketika, Tuhan menuntun aku dan memberikan pelajaran berharga tentang nilai puasa. Sore itu, aku melihat seorang ‘Pengemis’ perempuan tua diusir pemilik rumah. Dengan tabah perempuan itupun pergi menjauh, kemudian duduk disebuah pohon besar sekitar 100 meter dari rumah tersebut dan nampaknya dia menangis.
Karena tertarik, akupun turun dari kendaraan, menghampirinya, dan memberikannya uang. “Terimakasih nak, semoga Allah memberikan ganti kepadamu, karena hari ini engkau telah menjadi lantaran bagiku, sehingga aku bisa berbuka puasa hari ini,”uajrnya.
Subahanallah, sungguh aku menjadi silau dengan orang tua itu. Dengan menerima rizki yang hanya bisa dibuat sekali makan saja, rasa syukurnya sudah luar biasa. Sedangkan aku, orang lain yang memiliki eksistensi kehidupan sejajar dengan aku, atau orang yang memiliki tingkat ekonomi yang jauh lebih tinggi diatasku, ternyata hampir lupa bersyukur. Padahal sekali menerima rejeki, nilainya tidak hanya cukup untuk sekali makan, tetapi jauh lebih besar dari makan.
Ya Allah, ini puasa-MU……………. Ini Pembelajaran-MU. Ini Ramadhan-MU, ijinkan aku ikut menyambutnya kembali bulan suci ini ditahun mendatang untuk menjadi orang yang bisa memetik pelajaran. Setelah sekian lama semua isyarat-Mu aku abaikan.
Kamis, 04 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar