Database Maskin Diperbarui BPS
JEMBER – Database jumlah masyarakat miskin yang diplot bakal menerima berbagai paket bantuan pemerintah didata ulang oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui kondisi terkini tentang jumlah maupun perkembangan lain terkait dengan kemiskinan masyarakat.
Materi pendataan diarahkan pada terpenuhinya berbagai informasi pokok tentang anggota maskin yang ada dalam satu rumah tangga. Sehingga sejak tahun 2008 dan seterusnya, berbagai hal yang berkaitan dengan Maskin di Jember tidak perlu muncul lagi persoalan dibawah akibat tidak up to date-nya data di BPS.
Kepala BPS Jember, Drs Lela Octaviana menyatakan, latar belakang dilakukannya pemutakhiran (updating) data Program Perlindungan Sosial (PPLS) itu adalah munculnya berbagai perkembangan dan kenaikan harga pokok sebagai imbas baiknya BBM. Kenyataan ini dipandangf secara significant telah mengakibatkan berbagai persoalan dan turunnya daya beli masyarakat. ”Oleh karena itu, diprediksi jumlah maskin akan semakin bertambah akibat penurunan kemampuan daya beli itu,”ujarnya menerangkan.
Fokus pendataan dilakukan kepada maskin yang menjadi Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang diprioritaskan menerima bantuan. Pembaharuan itu merupakan perbaikan data yang dilakukan pada tahun 2005 lalu. Targetnya adalah, memperbarui informasi tentang kehidupan sosial ekonomi RTS khususnya tentang kualitas tempat tinggal, pendidikan dan pekerjaan kepala rumah tangga dan untuk menambah data anggota rumah tangga sasaran dengan informasi nama, umur, jenis kelamin, status sekolah dan pekerjaan anggota rumah tangga serta informasi tambahan tentang kondisi perumahannya.
Pelaksanaan PPLS 2008 ini didasarkan pada Inpres No. 3 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai untuk RTS. ”Sasarannya adalah seluruh penerima BLT tahun 2005 sebagai hasil Pendataan Sosial Ekonomi tahun itu dan RTS baru”, imbuh Lela.
Sementara itu, menurut Supardi, SP selaku Kasi Statistik Sosial BPS, bahwa pelaksanaan PPLS ini dilakukan oleh PCL (Pencacah Lapang) dan PML (Pengawas dan Memeriksa Dokumen Lapang). Untuk Kab. Jember, PPLS tahun 2008 ini dilakukan oleh 538 PCL dan 651 PML. ”1 desa memiliki 1 tim PCL yang terdiri dari 2 orang dan 1 orang PML, tergantung pada RTS yang ada”, katanya menjelaskan.
Ia mengungkapkan bahwa PCL biasanya berasal dari perangkat desa setempat, sebab mereka disinyalir tahu seluk-beluk kondisi masyarakat di daerahnya. Sedang PML berasal dari mitra, perangkat desa atau dari KSK (Koordinator Statistik Kecamatan). ”Namun ada juga yang merupakan PML organik, yaitu berasal dari pegawai BPS sendiri”, ungkapnya.
Biasanya, sebelum PCL dan PML itu diterjunkan ke desa, mereka akan diberi pembekalan dan pelatihan tentang konsep definisi dan metodologi pelaksanaan agar pendataannya tidak keluar dari koridor yang ada.
”Jangan sampai petugas PCL atau PML mendata pihak-pihak keluarga atau orang terdekatnya, hanya karena motivasi untuk mendapat bantuan dari pemerintah”, kata Supardi menegaskan.
Sebab, metodologi pendataannya menggunakan daftar wawancara tatap muka antara pencacah dengan responden sesuai dengan pedoman wawancara dari BPS Pusat.
Di sisi lain, dalam proses pendataan di daerah tentu saja terdapat kendala yang dihadapi, misalnya banyaknya masyarakat yang ingin didata karena ingin dapat bantuan, ”Padahal secara ekonomi mereka tergolong berkecukupan, meski tidak bisa dikatakan lebih”, tandasnya.
Dari hasil pendataan PCL dan PML, kemudian diverifikasi ke RT/RW setempat dan selanjutnya petugas mendatangi langsung RTS untuk dilihat kondisi sosial-ekonominya.
Setelah proses tersebut selesai, maka BPS Kabupaten menyerahkan data-data tersebut ke BPS Pusat untuk dilakukan skoring. Jadi, yang menentukan RTS itu masuk database atau tidak adalah BPS Pusat, bukan kantor Jember. ”Kami hanya melakukan pencacahan dan verifikasi saja, BPS Pusat-lah yang menentukan kelayakan RTS untuk disebut miskin atau tidak”, kata Supardi menambahkan.
Bila skoring telah selesai, ia melanjutkan, maka masih akan dilakukan sweeping, yaitu mendata kembali RTS yang kondisi sosial-ekonominya lebih buruk dari standar miskin RTS seperti yang telah ditetapkan. ”Biasanya kami dapat info dari perangkat desa dan mereka ini kondisinya lebih miskin dari kriteria RTS”, cetusnya.
Hasil data PPLS ini selain untuk mengetahui jumlah rumah tangga miskin, bisa juga digunakan sebagai acuan untuk pemberian BLT, Raskin, Jamkesmas, Kredit Usaha Rakyat, PKH dan bantuan perlindungan sosial lainnya bagi masyarakat miskin. (hh)
JEMBER – Database jumlah masyarakat miskin yang diplot bakal menerima berbagai paket bantuan pemerintah didata ulang oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui kondisi terkini tentang jumlah maupun perkembangan lain terkait dengan kemiskinan masyarakat.
Materi pendataan diarahkan pada terpenuhinya berbagai informasi pokok tentang anggota maskin yang ada dalam satu rumah tangga. Sehingga sejak tahun 2008 dan seterusnya, berbagai hal yang berkaitan dengan Maskin di Jember tidak perlu muncul lagi persoalan dibawah akibat tidak up to date-nya data di BPS.
Kepala BPS Jember, Drs Lela Octaviana menyatakan, latar belakang dilakukannya pemutakhiran (updating) data Program Perlindungan Sosial (PPLS) itu adalah munculnya berbagai perkembangan dan kenaikan harga pokok sebagai imbas baiknya BBM. Kenyataan ini dipandangf secara significant telah mengakibatkan berbagai persoalan dan turunnya daya beli masyarakat. ”Oleh karena itu, diprediksi jumlah maskin akan semakin bertambah akibat penurunan kemampuan daya beli itu,”ujarnya menerangkan.
Fokus pendataan dilakukan kepada maskin yang menjadi Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang diprioritaskan menerima bantuan. Pembaharuan itu merupakan perbaikan data yang dilakukan pada tahun 2005 lalu. Targetnya adalah, memperbarui informasi tentang kehidupan sosial ekonomi RTS khususnya tentang kualitas tempat tinggal, pendidikan dan pekerjaan kepala rumah tangga dan untuk menambah data anggota rumah tangga sasaran dengan informasi nama, umur, jenis kelamin, status sekolah dan pekerjaan anggota rumah tangga serta informasi tambahan tentang kondisi perumahannya.
Pelaksanaan PPLS 2008 ini didasarkan pada Inpres No. 3 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai untuk RTS. ”Sasarannya adalah seluruh penerima BLT tahun 2005 sebagai hasil Pendataan Sosial Ekonomi tahun itu dan RTS baru”, imbuh Lela.
Sementara itu, menurut Supardi, SP selaku Kasi Statistik Sosial BPS, bahwa pelaksanaan PPLS ini dilakukan oleh PCL (Pencacah Lapang) dan PML (Pengawas dan Memeriksa Dokumen Lapang). Untuk Kab. Jember, PPLS tahun 2008 ini dilakukan oleh 538 PCL dan 651 PML. ”1 desa memiliki 1 tim PCL yang terdiri dari 2 orang dan 1 orang PML, tergantung pada RTS yang ada”, katanya menjelaskan.
Ia mengungkapkan bahwa PCL biasanya berasal dari perangkat desa setempat, sebab mereka disinyalir tahu seluk-beluk kondisi masyarakat di daerahnya. Sedang PML berasal dari mitra, perangkat desa atau dari KSK (Koordinator Statistik Kecamatan). ”Namun ada juga yang merupakan PML organik, yaitu berasal dari pegawai BPS sendiri”, ungkapnya.
Biasanya, sebelum PCL dan PML itu diterjunkan ke desa, mereka akan diberi pembekalan dan pelatihan tentang konsep definisi dan metodologi pelaksanaan agar pendataannya tidak keluar dari koridor yang ada.
”Jangan sampai petugas PCL atau PML mendata pihak-pihak keluarga atau orang terdekatnya, hanya karena motivasi untuk mendapat bantuan dari pemerintah”, kata Supardi menegaskan.
Sebab, metodologi pendataannya menggunakan daftar wawancara tatap muka antara pencacah dengan responden sesuai dengan pedoman wawancara dari BPS Pusat.
Di sisi lain, dalam proses pendataan di daerah tentu saja terdapat kendala yang dihadapi, misalnya banyaknya masyarakat yang ingin didata karena ingin dapat bantuan, ”Padahal secara ekonomi mereka tergolong berkecukupan, meski tidak bisa dikatakan lebih”, tandasnya.
Dari hasil pendataan PCL dan PML, kemudian diverifikasi ke RT/RW setempat dan selanjutnya petugas mendatangi langsung RTS untuk dilihat kondisi sosial-ekonominya.
Setelah proses tersebut selesai, maka BPS Kabupaten menyerahkan data-data tersebut ke BPS Pusat untuk dilakukan skoring. Jadi, yang menentukan RTS itu masuk database atau tidak adalah BPS Pusat, bukan kantor Jember. ”Kami hanya melakukan pencacahan dan verifikasi saja, BPS Pusat-lah yang menentukan kelayakan RTS untuk disebut miskin atau tidak”, kata Supardi menambahkan.
Bila skoring telah selesai, ia melanjutkan, maka masih akan dilakukan sweeping, yaitu mendata kembali RTS yang kondisi sosial-ekonominya lebih buruk dari standar miskin RTS seperti yang telah ditetapkan. ”Biasanya kami dapat info dari perangkat desa dan mereka ini kondisinya lebih miskin dari kriteria RTS”, cetusnya.
Hasil data PPLS ini selain untuk mengetahui jumlah rumah tangga miskin, bisa juga digunakan sebagai acuan untuk pemberian BLT, Raskin, Jamkesmas, Kredit Usaha Rakyat, PKH dan bantuan perlindungan sosial lainnya bagi masyarakat miskin. (hh)
0 komentar:
Posting Komentar