Sabtu, 22 Agustus 2009

Hidup di Republik Babi

oleh : Abdul Wahid, Dekan Fakultas Hukum Unisma Malang, dan Penulis Buku “Negara Tanpa Kelamin”

Penyakit yang menjangkiti seseorang di muka bumi ini, 90 % disebabkan makanan/minuman. Jenis makanan/minuman haram memberikan andil paling besar dalam penyebaran penyakit dan ‘pembunuhan manusia’, demikian �temuan Mohammad Wahib (2007) dalam bukunya berjudul “Quo Vadis Label Halal”, yang sejatinya sudah mengingatkan kita, bahwa selama di Republik ini obyektivitasnya masih marak produk haram, apapun dalih yang digunakan untuk mengaburkannya, maka ancaman akselerasi penyakit dan pembunuhan massal, rasanya sulit dihindari, dan bahkan bukan tidak mungkin di masa mendatang, bisa menjadi bomming atau “teroris sejati” yang bisa merampas kemerdekaan hak kesehatan dan hidup setiap manusia.

Sebagai sampelnya, kasus baru positif influenza A H1N1 semakin sulit dibendung “gerakannya”. Ia barangkali bisa menjadi penyebar horor yang melebihi apa yang dilakukan oleh teroris. Kalau teroris menyebar horor dengan rencana matang dan sistemik, maka A H1N1 bisa menjadi horor tanpa perlu arsitek.
Saat ini (setidaknya dengan menggunakan data WHO bulan Mei 2009, sudah ada 31 negara yang terjangkit flu babi. Di Indonesia, sudah 22 propinsi dilaporkan terinfeksi virus tersebut. Yaitu, Bali, Banten, Jogjakarta, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Jambi. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes Tjandra Yoga Aditama menyatakan, saat ini kasus penularan H1N1 banyak ditemukan secara masal. Misalnya, yang terjadi di ponpes maupun sekolah. Penularan tersebut tidak bisa dicegah lagi Depkes sudah meminta agar seluruh masyarakat mewaspadai penularan virus tersebut dengan menerapkan pola hidup sehat. Di Kabupaten Malang misalnya sudah ditetapkan sebagai KLB flu babi (Surya, 6 Agustus 2009). Sampel ini cukup representatif untuk menyebut Indonesia terjajah flu babi.
Memang benar kalau akselerasi H1N1 sulit dibendung. Virus ini boleh disebut menjadi neo-kolonialis, pasalnya untuk memprediksi dimana dan kapan aklereasi virus ini tak bisa dengan cepat dan tepat. H1N1 seperti sengaja unjuk kekuatan, hegemoni represipnya, atau menunjukkan pada manusia kalau dirinya telah menjadi virus yang sangat menghebohkan, yang sebenarnya potensinya bisa lebih dahsyat menghebohkannya dibandingkan teroris.
Pemerintah melalui Dirjen sudah memberikan saran yang tepat bernama “pola hidup sehat”. Benar kalau masyarakat dimintanya merekonstruksi atau mereformulasi pola hidupnya menjadi pola hidup yang sehat, pasalnya hanya dengan pola hidup sehat ini, berbagai serangan virus membahayakan atau mematikan bisa dilawan (dikalahkan). Masalahnya, apakah masyarakat negeri ini memang menyukai pola hidup sehat? Apakah setiap elemen rakyat atau pejabat Indonesia memang punya kegemaran menjunjung tinggi budaya hidup sehat atau menyehatkan hidup berbudaya sehat (berkeadaban)?
Pola hidup sehat tidak selalu menjadi pilihan utama, apalagi kultur masyarakat atau pejabat negeri ini. Mulai dari pengusaha/perusahaan (korporasi) hingga konsumen dan pejabat kurang serius mengutamakan hidup berkeadaban atau memprivilitaskan pola hidup sehat. Pola hidupnya lebih cenderung mencari dan memburu yang memuaskan, menguntungkan, dan menyenangkan, dan bukan yang menyelamatkan dan membahagiakan.
Sebagian elemen di Republik ini seperti diajak semakin memerangkapkan diri dalam jagat hewani, animalisasi, atau setidaknya kacamata babi, yang anatomi dirinya menawarkan kelezatan dan kenikmatan (kepuasan) untuk dikonsumsi, atau dijadikan sebagai zat yang secara langsung atau tidak langsung bisa masuk ke dalam perut dan mampu menunjukkan neo-hegemonismenya.
Neo-hegemonisme babi menjadi mudah dirasakan oleh masyarakat Republik ini, baik konsumen, produsen, maupun pejabat, ketika mereka (merasa) seperti menjadi kekuatan yang tidak lagi superioritas atau kehilangan keberdayaan (empowerless), yang takluk, menyerah, atau kehabisan amunisi yang ampuh untuk melawan dan mengalahkannya. Kita seperti menjadi korban yang meminta jiwa karitas dari hewan yang semula kita rendahkan atau jadikan bahan olok-olok dasar babi, padahal dalam konstruksi dan anatomi tubuh kita, secara langsung atau tidak, telah menjadikan babi sebagai unsur yang mempersilahkan neo-hegemonisme.
Bagi mereka yang jadi pengusaha atau produsen, yang diburu dan ditargetkan sebagai kepentingan istimewa bukannya memuaskan, menyenangkan, dan menyelamatkan konsumen secara lahir dan batin seperti melindungi konsumen lewat prinsip halalan-toyiiban, tetapi sekedar memperlakukan konsumen menjadi obyek dan bumper mengail keuntungan ekonomi sebesar-besarnya. Berkali-kali misalnya sudah ditemukan sejumlah produk makanan� dan minuman yang setelah diteliti, ternyata mengandung zat-zat yang membahayakan dan oleh agama distigma diragukan atau diharamkan.
Produsen bermental cacat ini sengaja menjatuhkan opsi kapitalisme atau komoditi keselamatan lahir dan batin konsumen sebagai segmentasi dari cost logis yang harus dibayar oleh konsumen, baik pertaruhan kesehatan, sejumlah uang (biaya kesehatan) maupun nyawa melayang. Maka hendaklah manusia itu memperhatikan barang-barang yang dikonsumsi dan yang digunakanya (QS, Abasa: 24), demikian Firman Allah menunjukkan imbauan atau pesan moral kepada manusia (konsumen) tentang makanan yang hendak dimakan atau dikonsumsinya. Manusia diingatkan mengenai sikap cermat, hati-hati, atau waspada dalam menentukan produk yang dipilihnya. Sikap yang dituntut oleh agama ini sebenarnya mengindikasikan, bahwa di setiap makanan yang diproduk oleh produsen (perusahaan), bukan tidak mungkin mengandung zat-zat berbahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatannya, termasuk kemungkinan diragukan kehalalannya.
Menurut Ali Yafie (2003), mengkonsumsi yang haram, atau yang belum diketahui kehalalannya akan berakibat serius, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW setiap daging tumbuh yang diperoleh dari kejahatan (jalan haram), maka neraka lebih layak baginya (HR. Imam Ahmad). (dtm) Selengkapnya.....

Senin, 17 Agustus 2009

Laga Off Road, Tak Cukup Cuma Modal Nyali


Kejuaran kejuaraan Off Road Jember 2009 menjadi agenda penutup lomba bertaraf nasional dari rangkaian acara Bulan Berkunjung ke Jember (BBJ). Kegiatan yang dilaksanakan sejak tanggal 15 dan berakhir kemarin itu banyak menyisakan kenangan luar biasa.

Berpetualang di sirkuit yang penuh dengan tantangan, hampir seratus peserta yang berasal Jakarta, Jogjakarta, Bali, kalimantan, Surabaya, dan Jember berlaga memperebutkan status juara yang menjadi idamannya. “Tahun ini jumlah peserta terbanyak berasl dari Jember sendiri,”ungkap ketua panitia lomba, Zainal Marzuki disela pembukaan lomba yang rata-rata yang menggunakan mobil jenis Jeep itu.

Zainal yang juga ketua kelompok Raung Off Road Jember itu mengaku bangga, karena peserta yang berasal dari Jember tahun ini dominan. Fakta itu menunjukkan bahwa peminat petualangan model off road semakin diminati oleh masyarakat. “Sebagai pecinta petualangan laga seperti ini, kami merasa semakin banyak kawan,”terangnya.

Keberhasilan pelaksanaan lomba itu juga tidak lepas perhatian langsung dari Bupati Jember, MZA Djalal. Karenanya, meskipun pelaksanaan Lomba dipusatkan di Sirkuit The Argopuro Kaliwates Jember. Namun proses pelepasan dilaksanakan di Jalan Sudarman, depan kantor Pemkab Jember. Hadir dalam prosesi itu, Bupati Jember didampingi jajaran muspida. Beberapa diantaranya Kapolwil Besuki, Kapolres Jember, Ketua DPRD Jember dan Dandim Jember.

Sebelum mengibarkan bendera stratnya, menariknya oleh Panitia lomba dari Raung Jember diminta Bupati Jember diminta untuk mencoba 2 arena yang telah disediakan oleh panitia. “Kalau tahun kemarin (2008) Bupati Jember MZA Djalal telah mendaftar sebagai anggota maka pada event ini diminta untuk mencoba dan menguji kemampuannya,”ungkap Ketua Raung Jember Zainal Marzuki, SH.

Tidak hanya itu, Ketua Raung Jember yang juga merangkap sebagai Ketua Panitia Lomba Off Road tidak saja menyempatkan Bupati Jember untuk mencoba arena yang telah disedikan secara khusus. “Kami juga menyediakan arena untuk anggota muspida lainnya yng ingin mencobanya namun tentunya tidak sama dengan arena yang semestinya,” tandasnya.

Dalam menyampaikan sambutan singkatnya Bupati Jember Djalal spontanitas langsung memberikan hadih uang tunai senilai 50 juta bagi pemenang nantinya. “Hadiah itu saya berikan karena tadi malam mimpi enak sehingga saya harus memberikan hadiah kepada pemenang dari saya,”ujarnya.

Lebih lanjut Djalal memuji panitia lokal dari Raung Jember yang gigih dalam memperjuangkan agar terwujudnya lomba meski dengan keterbatasan. “Saya menilai dan mengamati sudah 2 kali kegigihan ditunjukkan oleh panitia agar off roade dapat terselenggara di Jember dalam rangka BBJ,”cetusnya.

Untuk itu dengan kegigihan dan terujinya panitia dalam menyelenggarakan off roade di Jember, Bupati Jember juga berharap agar panitia bias menyelenggarakan event setingkat internasional. “Entah tahun depan atau 2 tahun lagi bersama saya jadikan Jember sebagai ajang lomba off road tingkat internasional,”pinta Djalal.
Sebagai persiapannya diminta oleh Djalal agar mulai sekarang selalu komunikasi dengan pengurus pusat yang mandegani pelaksanaan lomba ini. “Mulai sekarang Raung untuk selalu konsultasi dengan IMI pusat, kalau ada kemauan pasti ada jalan dan itu sudah diwujudkan dalam mempersiapkan lomba off roade di Jember,”cetusnya.
Selengkapnya.....

Jumat, 14 Agustus 2009

Genjot Pariwisata Untuk Lumbung PAD


Upaya melakukan penyempurnaan pada berbagai obyek pariwisata yang tersebar di Kabupaten Jember terus dilakukan. Perbaikan menjadi faktor penting, karena jumlah kunjungan ke Jember oleh para wisatawan domestik maupun asing sudah menunjukkan peningkatan.

Pengalaman melaksanakan Program Bulan Berkunjung ke Jember (BBJ) sejak tahun 2006 lalu, Jember menjadi semakin dikenal oleh kalangan luar. “Berdasarkan informasi yang kami peroleh dari PHRI, jumlah hunian masing-masing Hotel di Jember selalu terjadi kenaikan prosentase hingga 15 sampai 20 persen tiap tahun,”tutur Arif Tjahyono, kepala Kantor Pariwisata Kabupaten Jember kemarin.

Kunjungan wisatawan semakin banyak ketika BBJ berlangsung. Berbagai event kegiatan yang dilaksanakan ternyata menjadi magnit luar biasa untuk menarik kunjungan publik luar untuk masuk dan berwisata ke Jember. “Ketika BBJ berlangsung, jumlah kunjungan semakin banyak. Terbukti hotel-hotel di Jember tingkat hunian mencapai 85 sampai 90 persen selama event BBJ digelar,”kata Arif menambahkan.

Ketertarikan publik luar terhadap Jember harus diimbangi dengan perbaikan dan management yang lebih bagus terhadap seluruh obyek pariwisata. Sehingga kehadiran mereka menjadi maksimal dan tidak hanya tertumpu pada satu obyek.

Program BBJ diakui Arif sebagai magnit luar biasa untuk dijadikan pemicu masuknya wisatawan ke Jember. Namun kehadiran para turis akan semakin bagus jika tidak hanya datang untuk BBJ. “Jika mereka terus melakukan kunjungan ke berbagai obyek wisata yang ada di wilayah Kabupaten Jember, maka akan menjadi moment pendapatan yang luar biasa juga,”tandasnya.

Pihak Kantor Pariwisata Jember saat ini tengah menyiapkan berbagai hal untuk merumuskan promosi ideal agar bisa menjual potensi wisata diwilayahnya. Berbagai brosur dan majalah yang menceritakan keindahan dan idealitas obyek wisata Kabupaten telah disebar di berbagai daerah. “Kami juga aktif mengikuti pameran wisata diberbagai daerah,”terang Arif.

Diharapkan, manuver promotif yang dilakukannya bisa memperkenalkan Jember dengan lebih menyeluruh terhadap masyarakat luas. Sehingga ketika kehadiran wisatawan ke Jember sudah memiliki gambaran terhadap obyek yang akan dikunjunginya. “Apakah akan menikmati nuansa laut, ataukah ingin rekreasi di derah pegunungan. Informasinya lengkap,”terang mantan camat Umbuksari itu menjelaskan.
Sementara untuk langkah-langkah kongkrit yang mengarah pada tekhnis perbaikan kualitas obyek wisata, Kantor Pariwisata selalu melakukan komunikasi dengan Dinas Pendapatan Daerah Pemkab Jember. “Ada pembagian job untuk mengelola obyek wisata Jember. Dispenda sebagai lembaga yang menangabi langsung. Sedangkan kantor kami sebagai lembaga yang memasarkannya,”pungkas Arif Tjahyono.
Selengkapnya.....

Imbau Masyarakat Jember Tak Panik Flu Babi

Dinkes Himbau Masyarakat Tenang Terhadap Flu Babi

Merebaknya kasus demam akibat serangan virus H1N1 jangan disikapi dengan rasa was-was dan katakutan yang berlebihan. Pasalnya, penyakit yang berasal dari Mexico Amirika Latin bukanlah virus bukanlah jenis penyakit yang mematikan seperti demam berdarah atau flu burung yang sangat sering menimbulkan korban jiwa.

Demikian diungkap dr. Olong Fajri Maulana, kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember kemarin. “Penularan memang sangat cepat dan bisa terjadi akibat kontak fisik dengan penderita. Tetapi tidak mematikan. Namun masyarakat jangan merasa panik dan bersikap berlebihan,”terangnya.

Sebagai daerah yang banyak dikunjungi wisatawan, Jember memang tidak menutup kemungkinan akan terjadi penyebaran virus yang pertama kali terjadi di Jakarta dan Bali itu. “Tetapi kami sudah melakukan antisipasi sejak dini kemungkinan itu. Alhamdulillah sampai saat ini belum ada laporan dan korban yang terjangkit virus Flu babi,”ungkap Olong lebih jauh.

Salah satu antisipasi yang dilakukan oleh Dinkes Kabupaten Jember terkait flu babi diantaranya dengan mengirim surat kepada seluruh camat, puskesmas, dan rumah sakit yang ada di Jember untuk tetap mencegah masuknya penyebaran flu babi. Menurut Olong virus flu baru gampang menular ke siapapun mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, seperti dari dahak, bersin ataupun benda-benda yang sudah terkontaminasi dengan virus tersebut seperti piring, sendok, gelas, handuk, sabun, maupun sikat gigi yang dipakai oleh penderita flu babi ini.

Namun demikian tingkat resiko kematian dari flu babi ini relatif kecil yakni 0,5% , dari 1000 penderita flu babi ini hanya 5 orang yang meninggal dunia yang diakibatkan oleh terlambatnya penderita dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pengobatan. “Bila dibandingkan dengan flu burung tingkat kematian penderita yang mencapai 70 - 80%, dari 10 penderita flu burung 7-8 orang yang meninggal, kalau semisal di suatu wilayah yang terjangkit flu burung ini mencapai 1000 orang maka yang mengalami kematian mencapai 700 hingga 800 orang,”tukas Olong dan menyayangkan ada sebagian anggota masyarakat yang menyamakan flu babi dengan flu burung.

Dibanding demam berdarah keberadaan flu babi ini masih diatas flu babi ini yang mencapai 1%, karenanya meski flu babi bisa sembuh dengan sendirinya bergantung kondisi tubuh seseorang, tapi Dinkes Pemkab Jember tidak mau kecolongan dalam mengatasi flu babi. Bahkan ribuan obat tami flu telah di distribusikan ke seluruh rumah sakit dan puskesmas di 31 kecamatan yang ada di Jember, ratusan tenaga medis sudah disiapkan 24 jam untuk menangani pasien flu babi sesuai intruksi dari menteri kesehatan.”Jember sendiri juga melaksanakan intruksi dari menteri kesehatan, dan dinkes telah menindak lanjuti hal tersebut hingga ke tingkat kecamatan sekalipun,”kata Olong.

Adanya perkembangan baru genetik maka penularan flu babi ini bisa melalui manusia bukan lagi binatang, flu babi yang awalnya disebut mexican strain dan kini di sebut flu baru. Dengan penyebaran melalui manusia ini paling tidak membuka peluang setiap orang bisa terkena flu baru, karenanya apabila salah satu anggota keluarga terjangkiti flu babi ini hendaknya secepatnya dibawa ke rumah sakit ataupun puskesmas. Apabila masih penderita flu babi terpaksa dirawat di rumah karena kadarnya penyakitnya masih belum parah, Olong menghimbau penderita hendaknya di isolasi dalam kamar tersendiri sehingga tidak menular ke anggota keluarga yang lain.(Ahmad Hasan Halim) Selengkapnya.....

Sabtu, 08 Agustus 2009

Jadwal Adzan Depag Ternyata Tidak Akurat


Menjelang masuk bulan Ramadhan, Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kencong mengajak seluruh ummat islam yang tinggal diwilayah barat kabupaten Jember agar tidak begitu saja mengikuti jadwal imsyakiyah yang dikeluarkan oleh Departemen Agama Jember, terutama pada jadwal masuk saat maghrib atau saat berbuka puasa. Pasalnya, ketika adzan maghrib berkumandang, ternyata di daerah kecong dan sekitarnya matahari masih terlihat.

Sekretaris Ansor Kencong, Ahmad Rohim menerangkan, ketika di Jember sudah mengumandangkan adzan Maghrib yang disiarkan oleh beberapa radio, di wilayah kami (kencong dan sekitarnya-red) masih bias melihat matahari terutama didaerah Pantai Paseban. “Maka jika masyarakat langsung berbuka puasa bersamaan dengan adza dari siaran Jember, maka puasanya akan menjadi batal,”ujarnya.

Sikap itu dikeluarkan Ansor setalah melalui Rapat kerja menjelang berakhirnya masa Jabatan pengurus periode 2006-2010 beberapa waktu lalu. Persoalan itu muncul di dalam Rapat Kerja. Bahkan peserta rapat meminta agar Ansor Kencong membentuk Tim agar memantau langsung proses terbenamnya matahari. “Hasilnya terdapat selisih sampai 1,5 menit antara saat maghrib di Jember dengan kencong dan sekitarnya,”tambah Rohim.

Kecenderungan masyarakat selama ini langsung mengikuti kumandang adzan dari beberapa radio Jember yang menyiarkannya. Patokan yang digunakan adalah jadwal yang dikeluarkan oleh Departemen Agama Kabupaten Jember. Jadwal itu juga menyebar dimasyarakat tanpa menyebutkan penambahan dan pengurangan waktu untuk masing-masing daerah di Kabpaten Jember.

Karena itu, Ansor Kencong akan mensosialisasikan himbauan kepada masyarakat agar tidak langsung membatalkan puasa ketika mendengar adzan maghrib. “Menunggu sekitar 2 menit lagi baru berbuka puasa. Kami ingin ibadah puasa masyarakat nanti tidak rusak atau batal karena selisih waktu,”tegas Rohim.
Selengkapnya.....